TUGAS 1
(Contoh Kasus/masalah
dalam dunia perbankan mengenai Manajemen Proyek dan Resiko)
Contoh Kasus CYBER
CRIME dalam Dunia perbankan
Masalah cyber crime
dalam dunia perbankan kini kembali menjadi pusat perhatian. Kejahatan dunia
maya (Inggris : cyber crime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas
kejahatan
dengan komputer atau
jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan.
Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang
secara online,
pemalsuan cek, penipuan
kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak,
dan lain-lain. Sebab muncul pola-pola baru dari cyber crime perbankan yang
bermotif ekonomi.
Jika dulu pelakunya
mengincar barang-barang mahal dan langka, kini berupa uang. Meski sudah banyak
pelaku cyber crime perbankan yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara,
nyatanya praktik
kejahatan itu masih marak dengan cara yang beraneka. Kejahatan duniamaya sudah
meresahkan masyarakat, termasuk dunia perbankan. Kejahatan dunia maya di
Indonesia sudah sangat terkenal.
Terus berkembangnya
teknologi informasi (TI) juga membuat praktik cyber crime, terutama carding,
kian canggih.
Carding adalah bentuk
cyber crime yang paling kerap terjadi. Maka, tak heran jikadalam kasus credit
card fraud, Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara kedua tertinggi didunia
setelah Ukraina.
Saat ini terjadi
pergeseran pola carding. Kalau dulu mereka lebihmengincar barang-barang yang
mahal dan langka, kini uang yang dicari. Misalnya, kini marak carding untuk
perdagangan saham secara online.
Pelaku carding dari
Indonesia berfungsi sebagai pihak yang membobol kartu kredit, dan hasilnya
digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli saham secara online.
Keuntungan transaksi itu kemudian
di transfer ke sebuah
rekening penampungan, yang kemudian dibagi lagi ke rekening anggota sindikat.
Setelah isu carding
mereda, kini muncul bentuk kejahatan baru, yakni pembobolan uang nasabah
melalui ATM atau cracking sistem mesin ATM untuk membobol dananya. Kepercayaan
terhadap perbankan
tidak hanya terkait
dengan keamanan simpanan nasabah dibank tersebut, tetapi juga terhadap keamanan
sistem dan prosedur, pemanfaatan teknologiserta sumber daya manusia dalam
memberikan pelayanan
kepada nasabah. Salah
satu aspek risiko yang hingga kini belum banyak diantisipasi adalah kegagalan
transaksi perbankan melalui teknologi informasi (technology fraud) yang dalam
risiko perbankan masuk kategori sebagai risiko operasional.
Penipuan via Chatroom dalam Dunia
Perbankan
Pada awalnya, chatroom
memang sekedar sebuah media bagi para carder untuk bertukar data kartu kredit
bajakan dan berjual-beli barang hasil carding. Tetapi, setelah banyak merchant
di Internet yang enggan mengirimkan paket mereka ke Indonesia,
maka banyak carder yang
mulai kesulitan melakukan carding. Karena “kepepet” dan terbiasa mendapatkan
uang secara mudah, kemudian mereka menggeser modus operandi mereka di chatroom
yaitu dengan melakukan satu jenis penipuan
yang belum banyak
terungkap kasusnya di Indonesia. Mereka “seolah-olah” ingin menjual atau
melepas barang-barang elektronik, semisal telepon selular (ponsel) ataupun
notebook, yang didapatnya dari hasil melakukan carding.
Aksi promosi para
penjual tersebut tidak pernah dilakukan di chatroom umum. Para penjual,
termasuk para penipu, melakukan aksinya di chatroom khusus para carder. Ada
banyak sekali chatroom carder, dengan puluhan hingga ratusan pengunjung
perharinya.
Di dalam chatroom
tersebut, akan sangat mudah kita dapatkan beratus nomor kartu kredit bajakan,
lengkap dengan data pemilik serta fasilitas pengecekan 3 (tiga) digit rahasia
CVV2 yang hanya terdapat di bagian
belakang kartu kredit dan tidak timbul (embossed).
Jika penipuan telah
terjadi, posisi korban sangatlah sulit. Korban tidak dapat atau enggan
melaporkan kasus penipuan tersebut kepada aparat penegak hukum karena transaksi
yang dilakukannya adalah transaksi atas barang yang ilegal, sehingga tidak
dapat dilindungi oleh hukum.
Selain itu korban akan
kesulitan mengidentifikasi penipunya, karena transaksi yang dilakukannya
melalui Internet dan tanpa bukti otentik hitam di atas putih. Faktor lainnya
adalah belum banyaknya pihak aparat penegak hukum yang mengetahui seluk-beluk
Internet,
termasuk modus operandi
penipuan melalui chatroom tersebut.
Meskipun demikian, tim
ICT Watch terus melakukan negosiasi melalui chatting dan dilanjutkan dengan
menghubungi ponselnya. Kemudian penjual tersebut menyatakan bahwa dirinya
sendiri yang akan mengantarkan barang pesanan tersebut ke Jakarta pada keesokan
harinya.
Kemudian dia meminta
untuk ditransfer sejumlah dana ke rekeningny di Bank BCA sebagai uang muka.
Maka tim ICT Watch melakukan transfer sejumlah dana melalui fasilitas KlikBCA
ke rekeningnya di Bank BCA dengan 3 digit awal nomor rekening tersebut adalah
“456”, dengan inisial pemilik rekening tersebut adalah “BMEH”.
Akhirnya perkiraan tim
ICT Watch terbukti, lantaran setelah dana tersebut ditransfer, barang pesanan
tak kunjung diantarkan walaupun telah ditunggu hingga beberapa hari kemudian.
Ponsel milik penjual tersebut pun menjadi tidak dapat dihubungi sama sekali
TUGAS 2
(Teori dan Penelitian
dari sebuah kasus Perbankan)
Dapat disimpulkan dari beberapa kasus perbankan yang
sering terjadi di Indonesia mengenai Manajemen Proyek dan Resiko pada sebuah
Bank maka Bank wajib menerapkan sistem manajemen risiko secara efektif dalam
penggunaan Teknologi Informasi (TI). Penerapan manajemen risiko paling kurang
mencakup:
a. pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi;
b. kecukupan kebijakan dan prosedur penggunaan TI;
c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan dan pengendalian risiko penggunaan TI, dan
d. sistem pengendalian intern atas penggunaan TI.
Bank wajib memiliki Komite Pengarah Teknologi
Informasi (Information Technology Steering Committe). Komite dimaksud
bertanggung jawab memberikan rekomendasi kepada Direksi yang paling kurang
terkait:
a. Rencana Strategis TI yang searah dengan rencana
strategis kegiatan usaha bank;
b. Kesesuaian proyek-proyek TI yang disetujui dengan
Rencana Strategis TI;
c. Kesesuaian antara pelaksanaan proyek-proyek TI
dengan rencana proyek yang disepakati;
d. Kesesuian TI dengan kebutuhan sistem informasi
manajemen dan kebutuhan kegiatan usaha bank,
e. Efektivitas langkah-langkah meminimalkan risiko
atas investasi bank pada sektor TI agar investasi tersebut memberikan
kontribusi terhadap tercapainya tujuan bisnis bank;
f. Pemantauan atas kinerja TI dan upaya
peningkatannya;
g. Upaya penyelesaian berbagai masalah terkait TI,
yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan penyelenggaraan
secara efektif, efisien dan tepat waktu.
Sumber : Bankir News.com & Liputan 6.com
Tugas 3
(Metodologi/Analisis)
Pemahaman
Cyber Crime dalam dunia perbankan/internet Sebagai Kejahatan.
Terdapat beragam pemahaman mengenai cybercrime.
Namun bila dilihat dari asal katanya,cybercrime terdiri dari dua kata, yakni
“cyber” dan “crime”. Kata “cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”, yang berasal
dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul pertama kali pada
tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer Cyberspace oleh
Gibson
Menurut Kepolisian Ingris, Cyber crime adalah segala
macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal
berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.
Dalam dua dokumen Kongres PBB yang dikutip oleh
Barda Nawawi Arief, mengenai The Prevention of Crime and the Treatment of
Offenders di Havana Cuba pada tahun 1990 dan di Wina Austria pada tahun 2000,
menjelaskan adanya dua istilah yang terkait dengan pengertian Cyber crime,
yaitucyber crime dan computer related crime[18]. Dalam back ground paper untuk
lokakarya Kongres PBB X/2000 di Wina Austria, istilah cyber crime dibagi dalam
dua kategori. Pertama, cyber crimedalam arti sempit (in a narrow sense) disebut
computer crime. Kedua, cyber crime dalam arti luas (in a broader sense) disebut
computer related crime.
Dari beberapa defenisi yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa cyberspace merupakan sebuah ruang yang
tidak dapat terlihat. Ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi
yang dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik
tidak lagi menjadi halangan. Sedangkan “crime” berarti “kejahatan”. Seperti
halnya internet dan cyberspace, terdapat berbagai pendapat mengenai kejahatan.
Menurut B. Simandjuntak kejahatan merupakan “suatu tindakan anti sosial yang
merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan
kegoncangan dalam masyarakat.” Sedangkan Van Bammelen merumuskan:
Kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak
susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu
masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan
menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja
diberikan karena kelakuan tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur
penting dari kejahatan adalah:
1. Perbuatan
yang anti sosial
2. Merugikan
dan menimbulkan ketidaktenangan masyarakat
3. Bertentangan
dengan moral masyarakat.
Bila dicari padanan katanya di dalam Bahasa
Indonesia, “cybercrime” dapat diartikan sebagai“kejahatan siber”. Hal ini
sesuai dengan istilah yang digunakan oleh Ahmad M. Ramli untuk mengartikan
“cyber law”, yang padanan katanya “hukum siber”. Namun ada juga pakar yang
mengidentikkan istilah cyber dengan dunia maya. Sehingga mereka menggunakan
istilah ‘kejahatan mayantara’ atau ‘kejahatan dunia maya.’ Namun menurut Ahmad
M. Ramli, penggunaan istilah dunia maya akan menghadapi persoalan ketika
terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Karena para penegak hukum
akan kesulitan untuk membuktikan suatu persoalan yang maya. Oleh karena itu
istilah yang dipandang tepat ialah kejahatan siber.
Hingga saat ini terdapat beragam pengertian mengenai
kejahatan siber. Namun bila dilihat dari pengertian cyberspace dan crime,
terdapat beberapa pendapat pakar yang dapat menggambarkan dengan jelas seperti
apa kejahatan siber itu, yakni:
Menurut Ari Juliano Gema, kejahatan siber adalah
kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi
internet. Sedangkan menurut Indra Safitri mengemukakan bahwa kejahatan dunia
maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi
informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah
rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan
kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan
internet[19].
Selain pendapat kedua pakar tersebut, masih banyak
pakar yang memberikan pengertian mengenai kejahatan siber. Namun sebagian besar
belum menetapkan batas-batas yang jelas antara kejahatan siber dan kejahatan
komputer.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik kejahatan siber adalah:
1. Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak
negatif dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas.
2. Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan
kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi.
Salah satu rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
3. Perbuatan tersebut merugikan dan menmbulkan
ketidaktenangan di masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat
4. Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara.
Sehingga melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hukum.
Tugas
4
IT,
Perbankan Dan Permasalahannya.
Bab
1
I. Pendahuluan.
Tiga hal akan mencirikan perbankan di masa depan,
moneles, brancheles, dan bankerles. Semakin sedikit uang kontan karena
transaksi akan dilakukan secara elektronis,
bisa langsung melakukan transaksio virtual dan
kemajuan teknologi memungkinkan pekerjaan pada banker akan digantikan dengan
mesin. Masyarakat masa depan adalah casshles society.
Tulisan berikut memberikan gambaran betapa dalam TI
(Teknologi Informasi) telah masuk sendi-sendi bisnis perbankan.
Manajemen era millennium ketiga ini perkembangan
Teknologi Informasi (TI) telah berkembang pesat. Begitu cepatnya sehingga
dapat dikatakan telah menjadi “revolusi teknologi
informasi” yang mampu mengubah wajah dunia.
Dewasa ini terdapat dua jenis teknologi yang terasa
mewarnai kehidupan bisnis, yaitu TI dan perancangan kembali rekayasa ulang
(business process reengineerin, BBP).
Termonologi dalam TI menyangkut penggabungan
teknologi computer, telekomunikasi dan otomasi kantor. Asumsinya bank-bank yang
belum mampu menyatukan ketiga teknologi tersebut
dalam manajemennya tidak mampu mengeksploitasi
secara optimal kemampuan yang muncul. Karena perkembangan strategi ketiganya
atau istilahnya berada pada Island of technology (pulau-pulau teknologi)
cepat atau lambat akan kalah bersaing dengan
industri sejenis atau substitusinya.
II.
Permasalahan/Contoh Kasus
Belakangan ini, terutama dengan semakin meningkatnya
berbagai transaksi perbankan yang didukung Teknologi Informasi (TI), baik
berupa ATM, Internet banking, SMS banking, Online banking dan sejenisnya,
maka semakin meningkat pula tingkat kebutuhan
nasabah untuk mendapatkan tingkat keamanan yang lebih baik. Peningkatan
kebutuhan itu, pada saat yang sama, semakin menuntut kalangan perbankan untuk
meningkatkan sistem keamanan transaksi mereka.
Masalah risiko atau tingkat keamanan di bank tidak hanya yang terkait langsung
dengan pelayanan yang dimiliki bank, yang langsung digunakan untuk melakukan
transaksi oleh nasabah,
seperti penggunaan ATM. Melainkan sesungguhnya
risiko yang lebih besar justru dapat muncul dari berbagai kemungkinan lainnya,
yang tidak jarang tidak terkait secara langsung dengan Teknologi Informasi
(TI), melainkan dengan manajemen.
Perkembangan teknologi informasi telah mempengaruhi
kebijakan dan strategi dunia usaha perbankan yang selanjutnya lebih mendorong
inovasi dan persaingan di bidang layanan terutama jasa layanan pembayaran
melalui bank.
Inovasi jasa layanan perbankan yang berbasis
teknologi tersebut terus berkembang mengikuti pola kebutuhan nasabah bank.
Transaksi perbankan berbasis elektronis, termasuk internet merupakan salah satu
bentuk pengembangan penydiaan jasa layanan
bank yang memberikan peluang usaha baru bagi bank
yang berakibat kepada perubahan strategi usaha perbankan, dari berbasis manusia
(tradisional) menjadi berbasis teknologi informasi yang lebih efisien bagi bank
dan praktis bagi nasabah.
Namun demikian, disamping bank memperoleh manfaat
signifikan dari inovasi teknologi melalui transaksi perbankan berbasis
internet, bank juga menghadapi risiko yang melekat pada kegiatan tersebut. Oleh
karena itu, disamping memanfaatkan peluang baru,
bank harus mengidentifikasi, mengukur, memantau dan
mengendalikan risiko-risiko yang dapat terjadi dengan prinsip kehati-hatian.
Pada dasarnya prinsip-prinsip yang diterapkan dalam manajemen risiko bank
secara umum berlaku pula untuk aktivitas internet banking,
namun prinsip-prinsip tersebut perlu disesuaikan
dengan memperhatikan risiko-risiko spesifik yang melekat pada aktivitas
tersebut.
Salah satu risiko yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah internet fraud atau penipuan
melalui internet, yang sampai sekarang masih sering terjadi. Dalam internet
fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban,
yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang
yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang
memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah.
Bab
2
III.
Pembahasan.
A. Perkembangan TI dalam Perbankan.
Dewasa ini perkembangan industri keuangan baik
lembaga perbankan maupun non perbankan berjalan sangat pesat. Pada saat yang
bersamaan dereluhasi dibidang moneter kompetisi bisnis,
preferensi jasa keuangan yang semakin canggih,
perkembangan TI dan telekomunikasi semakin memacu perkembangan industri
perbankan. Kemajuan TI telah memungkinkan pula lembaga-lembaga
yang dulunya bergerak disektor industri non keuangan
mengalihkan atau mendefinisikan bisnisnya ke sector keuangan. Implikasinya
persaingan makin ketat. Beberapa aktifis perbankan yang dirambah
antara lain middle and wholesal, retail, bank to
bankmarchandizing credit authorization, insurance, international banking,
investment service dan pelayanan informasi strategi lainnya.
Membangun perangkat TI di industri perbankan yang
mampu memenuhi kebutuhan internal dan eksternal tidaklah gampang, ada 5 elemen
penting dalam pengembangan TI yaitu :
1. Ketersediaan dana yang cukup
2. Strategi yang tepat
3. Proses
4. Perangkat TI
5. Sumber Daya Manusia (SDM).
Bab
3
IV.Metodologi
Pemahaman Cyber Crime dalam dunia perbankan/internet
Sebagai Kejahatan.
Terdapat beragam pemahaman mengenai cybercrime.
Namun bila dilihat dari asal katanya,cybercrime terdiri dari dua kata, yakni
“cyber” dan “crime”. Kata “cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”, yang
berasal dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul pertama
kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer Cyberspace
oleh Gibson
Menurut Kepolisian Ingris, Cyber crime adalah segala
macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal
berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.
Dalam dua dokumen Kongres PBB yang dikutip oleh
Barda Nawawi Arief, mengenai The Prevention of Crime and the Treatment of
Offenders di Havana Cuba pada tahun 1990 dan di Wina Austria pada tahun 2000,
menjelaskan adanya dua istilah yang terkait dengan pengertian Cyber crime,
yaitucyber crime dan computer related crime[18]. Dalam back ground paper untuk
lokakarya Kongres PBB X/2000 di Wina Austria, istilah cyber crime dibagi dalam
dua kategori. Pertama, cyber crimedalam arti sempit (in a narrow sense) disebut
computer crime. Kedua, cyber crime dalam arti luas (in a broader sense) disebut
computer related crime.
Dari beberapa defenisi yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa cyberspace merupakan sebuah ruang yang
tidak dapat terlihat. Ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi
yang dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik
tidak lagi menjadi halangan. Sedangkan “crime” berarti “kejahatan”. Seperti
halnya internet dan cyberspace, terdapat berbagai pendapat mengenai kejahatan.
Menurut B. Simandjuntak kejahatan merupakan “suatu tindakan anti sosial yang
merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan
kegoncangan dalam masyarakat.” Sedangkan Van Bammelen merumuskan:
Kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak
susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu
masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan
menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja
diberikan karena kelakuan tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur
penting dari kejahatan adalah:
1. Perbuatan
yang anti sosial
2. Merugikan
dan menimbulkan ketidaktenangan masyarakat
3. Bertentangan
dengan moral masyarakat.
Bila dicari padanan katanya di dalam Bahasa
Indonesia, “cybercrime” dapat diartikan sebagai“kejahatan siber”. Hal ini
sesuai dengan istilah yang digunakan oleh Ahmad M. Ramli untuk mengartikan
“cyber law”, yang padanan katanya “hukum siber”. Namun ada juga pakar yang
mengidentikkan istilah cyber dengan dunia maya. Sehingga mereka menggunakan
istilah ‘kejahatan mayantara’ atau ‘kejahatan dunia maya.’ Namun menurut Ahmad
M. Ramli, penggunaan istilah dunia maya akan menghadapi persoalan ketika
terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Karena para penegak hukum
akan kesulitan untuk membuktikan suatu persoalan yang maya. Oleh karena itu
istilah yang dipandang tepat ialah kejahatan siber.
Hingga saat ini terdapat beragam pengertian mengenai
kejahatan siber. Namun bila dilihat dari pengertian cyberspace dan crime,
terdapat beberapa pendapat pakar yang dapat menggambarkan dengan jelas seperti
apa kejahatan siber itu, yakni:
Menurut Ari Juliano Gema, kejahatan siber adalah
kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi
internet. Sedangkan menurut Indra Safitri mengemukakan bahwa kejahatan dunia
maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi
informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah
rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan
kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan
internet[19].
Selain pendapat kedua pakar tersebut, masih banyak
pakar yang memberikan pengertian mengenai kejahatan siber. Namun sebagian besar
belum menetapkan batas-batas yang jelas antara kejahatan siber dan kejahatan
komputer.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik kejahatan siber adalah:
1. Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak
negatif dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas.
2. Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan
kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi.
Salah satu rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
3. Perbuatan tersebut merugikan dan menmbulkan
ketidaktenangan di masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat
4. Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara.
Sehingga melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hukum.
Bab
IV.
V.Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
a. Terdapat beragam pemahaman mengenai cybercrime.
Namun bila dilihat dari asal katanya, cybercrime terdiri dari dua kata, yakni
“cyber” dan “crime”. Kata “cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”, yang
berasal dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul pertama
kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer.
b. Karakteristik kejahatan siber adalah:
Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak
negatif dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas khususnya di dunia
perbankan.
Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan
kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi.
Salah satu rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
Perbuatan tersebut merugikan dan menmbulkan
ketidaktenangan di masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat
Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara.
Sehingga melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hokum di dunia perbankan.
DAFTAR
PUSTAKA
Nopirin. 1980. Beberapa
Hal Mengenai Cyber crime, Cet. 9. Jakarta:Pancoran
Notonagoro. 1980. Beberapa
Hal Mengenai kasus perbankan dalam bidang IT Cet. 9.Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Salam,
H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
Sumber: rakaraki.blogspot.com
Nama:
Rudiansyah Hadi Putra
Kelas:
2KB01
NPM:26111483
Dosen:
Sigit Sukmono, SE