Kamis, 26 April 2012

TANGISAN NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ALAHI WASALLAM

TANGISAN-TANGISAN NABI SHALLALLAHU ALAHI WASALLAM
Hati terasa keras…

Nasehat sudah sering terdengar…. lantunan ayat…sentuhan sabda-sabda Nabi…petuah-petuah para ulama….akan tetapi…??

Kenapa bisa demikian…?? Akankah hati telah kaku karena telah tenggelam dalam kilauan kemaksiatan…terlena dalam gemerlap dunia…??

Akankah mata ini mengalirkan tangisannya…jika hati telah keras membatu..?

Hati mencari kekhusyu'an dalam sholat…akan tetapi kekhusyuan lari menjauh seakan-akan memusuhi hati





Diantara prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jam'ah adalah naik turunnya keimanan seseorang, naik karena ketaatan, dan turun karena kemaksiatan. Karenanya hendaknya seorang muslim memperhatikan imannya, jika ia merasa turunnya keimanannya maka hendaknya ia berusaha untuk memperbaruinya. Karena turunnya iman mempengaruhi kondisi hati, semakin turun keimanan semakin keraslah hati, dan semakin sulit tersentuh dan terpengaruh dengan ayat-ayat Al-Quraan maupun nasehat-nasehat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda


إنّ الإِيمانَ لَيَخْلَقُ في جَوْفِ أحدِكُمْ كما يَخْلَقُ الثَّوْبُ فاسْأَلُوا اللَّهَ تعالى أن يُجَدِّدَ الإِيمانَ في قُلُوبِكُمْ

"Sesungguhnya iman akan usang di dalam tubuh kalian sebagaimana usangnya baju, maka hendaknya kalian memohon kepada Allah agar Allah memperbarui keimanan dalam hati-hati kalian"
 (HR Al-Haakim no 5 dan dihasankan oleh Al-Haitsami dalam Maj'ma' Az-Zawaaid 1/212 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1585)



Karenanya terkadang cahaya hati seorang mukmin diliputi oleh kabut kemaksiatan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


مَا مِنَ الْقُلُوْبِ قَلْبٌ إِلاَّ وَلَهُ سَحَابَةٌ كَسَحَابَةِ الْقَمَرِ ، بَيْنَا الْقَمَرِ مُضِيْءٌ إِذْ عَلَتْهُ سَحَابَةٌ فَأَظْلَمَ ، إِذْ تَجَلَّتْ عَنْهُ فَأَضَاءَ


"Tidak ada satu hatipun kecuali ada semacam awan sebagaimana awan yang menutupi rembulan. Tatkala rembulan sedang bersinar tiba-tiba ada segumpal awan yang menutupinya hingga menjadi gelap. Jika telah pergi meninggalkan rembulan maka (kembali) bersinar" (Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim di Al-Hilyah 2/196 dan dihasankan oleh Al-Albani no 2268)


Terkadang segumpal awan datang dan menutupi cahaya rembulan, akan tetapi setelah beberapa waktu maka pergilah gumpalan awan tersebut dan jadilah rembulan bersinar kembali di langit. Demikian pula dengan hati seorang mukmin, terkadang cahayanya tertutup dengan kabut kemaksiatan, akan tetapi jika ia berusaha untuk meningkatkan keimanannya dengan meminta pertolongan kepada Allah maka akan pergilah kabut kemaksiatan tersebut dan kembalilah hatinya bercahaya.


Yang jadi permasalahan jika hati tidak menyadarinya, atau bahkan menyadarinya akan tetapi membiarkan dirinya berlezat-lezatan dengan kemaksiatan dan dosa sehingga membiarkan kabut kemaksiatan tersebut bertumpuk-tumpuk…jadilah hati menjadi kaku dan keras…


Diantara perkara yang bisa melembutkan hati yang telah terlanjur keras membatu adalah menangis….merenungkan akhirat untuk menangis…






TANGISAN NABI DALAM SHOLAT
Dari 'Atoo beliau berkata, "Aku dan 'Ubaid bin 'Umair menemui Aisyah, maka 'Asiyah berkata kepada 'Ubaid bin 'Umair,


قَدْ آنَ لَكَ أَنْ تَزُورَنَا؟


"Sudah saatnya sekarang engkau mengunjungi kami?"


Maka 'Ubaid bin 'Ubair menjawab,


أَقُولُ يَا أُمَّهْ كَمَا قَالَ الْأَوَّلُ: زُرْ غِبًّا تَزْدَدْ حُبًّا


"Wahai ibuku…, aku berkata sebagaimana perkataan orang-orang terdahulu "Jarangkanlah menunjungi maka niscaya akan menambah kecintaanmu !"


Aisyah berkata,


دَعُونَا مِنْ رَطَانَتِكُمْ هَذِهِ


"Tinggalkan bahasa asingmu (*pepatah) itu"


'Ubaid bin 'Umair berkata,


أَخْبِرِينَا بِأَعْجَبِ شَيْءٍ رَأَيْتِهِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،


"Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang paling menakjubkan yang pernah engkau lihat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?"


Aisyah pun terdiam, kemudian ia berkata,


لَمَّا كَانَ لَيْلَةٌ مِنَ اللَّيَالِي، قَالَ: «يَا عَائِشَةُ ذَرِينِي أَتَعَبَّدُ اللَّيْلَةَ لِرَبِّي» قُلْتُ: وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّ قُرْبَكَ، وَأُحِبُّ مَا سَرَّكَ، قَالَتْ: فَقَامَ فَتَطَهَّرَ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي، قَالَتْ: فَلَمْ يَزَلْ يَبْكِي حَتَّى بَلَّ حِجْرَهُ، قَالَتْ: ثُمَّ بَكَى فَلَمْ يَزَلْ يَبْكِي حَتَّى بَلَّ لِحْيَتَهُ، قَالَتْ: ثُمَّ بَكَى فَلَمْ يَزَلْ يَبْكِي حَتَّى بَلَّ الْأَرْضَ، فَجَاءَ بِلَالٌ يُؤْذِنُهُ بِالصَّلَاةِ، فَلَمَّا رَآهُ يَبْكِي، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ تَبْكِي وَقَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ وَمَا تَأَخَّرَ؟، قَالَ: «أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا، لَقَدْ نَزَلَتْ عَلَيَّ اللَّيْلَةَ آيَةٌ، وَيْلٌ لِمَنْ قَرَأَهَا وَلَمْ يَتَفَكَّرْ فِيهَا {إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ ... }» الْآيَةَ كُلَّهَا [آل عمران: 190]. [5: 47]


"Di suatu malam Rasulullah berkata kepadaku, "Wahai Aisyah…, biarkanlah aku beribadah kepada Robku mala mini" Aku berkata, "Demi Allah, sungguh aku sangat suka berdekatan denganmu, (akan tetapi) aku suka apa-apa yang membuatmu senang" Maka Nabipun berdiri dan bersuci lalu beliau sholat. Maka beliau terus menangis hingga tangisan beliau membasahi pangkuan beliau (*tatkala duduk)…, kemudian beliau terus menangis hingga membasahi janggut beliau.., kemudian beliau terus menangis hingga membasahi lantai. Lalu datang Bilal mengumandangkan adzan sholat subuh. Tatkala Bilal melihat Nabi menangis maka Bilalpun berkata, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau menangis?, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang?".
Nabi berkata,


«أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا، لَقَدْ نَزَلَتْ عَلَيَّ اللَّيْلَةَ آيَةٌ، وَيْلٌ لِمَنْ قَرَأَهَا وَلَمْ يَتَفَكَّرْ فِيهَا

"Tidakkah aku tidak menjadi hamba yang bersyukur?, sungguh telah turun kepadaku malam ini sebuah ayat, celaka orang yang membacanya dan tidak merenungkannya"



إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal…."
 (QS Ali Imron : 190 dst) (HR Ibnu Hibbaan dalam shahihnya no 620, dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 68 dan juga oleh Syu'aib Al-Arnauuth)



Lihatlah…bagaimana kondisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala berdiri di hadapan Allah dengan melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Sebuah ayat membuat beliau menangis…menangis… dan menangis…. hingga tangisan beliau membasahi lantai…, beliau menangis hingga terbit fajar. Padahal beliau telah diampuni dosa-dosa beliau baik yang telah lalu maupun yang akan datang…bahkan telah dijamin masuk surga…akan tetapi demikianlah hati beliau bersama Al-Quran.


Lantas…bagaimana dengan kita …yang tidak tahu apakah dosa-dosa kita yang bertumpuk-tumpuk diampuni atau tidak??


Abdullah bin Asy-Syikkhiir radhiallahu 'anhu berkata


رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِنَا وَفِي صَدْرِهِ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ الْمِرْجَلِ مِنَ الْبُكَاءِ


"Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami kami dan di dada beliau ada suara sebagaimana suara air yang sedang mendidih karena tangisan" (HR Abu Dawud no 904, At-Thirmidzi di Syamaail no 321, dan An-Nasaai no 1214. Ibnu Hajar menyatakan bahwa isnadnya kuat (Fathul Baari 2/206) dan dishahihkan oleh Al-Albani


Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda:


شَيَّبَتْنِي هُوْدٌ و ( الْوَاقِعَة ) وَ(الْمُرْسَلاَت ) وَ(عَمَّ يَتَسَاءَلُوْنَ) وَ(إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ)

"Surat Huud, surat Al-Waqi'ah, surat Al-Mursalaat, surat 'An-Naba, dan surat Kuwwirot telah memutihkan rambutku"
 (HR At-Thirmidzi 3297 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 955)



Sungguh surat-surat yang dibaca oleh Nabi ini telah memutihkan rambut Nabi sebelum waktunya. Pengaruh isi dari surat-surat tersebut bukan hanya mempengaruhi hati Nabi saja, bahkan mempengaruhi jasad belia…rambut beliau.


Demikian pula para sahabat tatkala sholat nampak pengaruh al-Qur'an yang mereka lantunkan.


Lihatlah bagaimanakah Abu Bakar yang jika sholat beliau tidak bisa menahan air mata beliau.


Aisyah berkata :


لمَاَّ دَخَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتِي قَالَ : مُرُوا أَبَا بَكْرٍ فَلْيُصَلَِّ بِالنَّاسِ،


Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke rumahku (*yaitu tatkala sakit yang menyebabkan beliau meninggal), ia berkata : "Perintahlah Abu Bakar agar menjadi imam sholat orang-orang"


Maka Aisyah berkata,


يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ رَقِيْقٌ إِذَا قَرَأَ الْقُرْآنَ لاَ يَمْلِكُ دَمْعَهُ فَلَوْ أَمَرْتَ غَيْرَ أَبِي بَكْرٍ


"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang yang lembut, jika ia membaca AL-Qur'an maka ia tidak bisa menahan air matanya. Kalau seandainya engku memerintahkan selain Abu Bakar untuk menjadi imam…." (HR Al-Bukhari no 664 dan Muslim no 417).


Dalam riwayat yang lain Aisyah berkata:


إِنَّ أَبَا بَكْرٍ إِذَا قَامَ فِي مَقَامِكَ لَمْ يَسْمَعِ النَّاسُ مِنَ الْبُكَاءِ


"Sesungguhnya kalau Abu Bakar berada di posisimu (*menggantikanmu sebagai imam) maka para makmum tidak bisa mendengar bacaannya karena tangisannya" (HR Al-Bukhari no 7303)


Demikian pula Umar bin Al-Khottoob, Al-Hasan berkata,


أَنَّ عُمَرَ قَرَأَ: { إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ لَوَاقِعٌ مَا لَهُ مِنْ دَافِعٍ }، فَرَبَا لَهَا رَبْوَةً عِيْدَ مِنْهَا عِشْرِيْنَ يَوْمًا


"Umar bin Al-Khottoob pernah membaca firman Allah "Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorangpun yang dapat menolaknya" (QS At-Thuur :7-8), maka beliaupun sesak nafas hingga akhirnya beliau dibesuk karenanya selama 20 hari" (Diriwayatkan oleh Ibnu Katsiir dengan sanadnya di Tafsirnya, pada tafsir ayat ini)


'Ubaid bin 'Umair berkata,


صَلَّى بِنَا عُمَرُ صَلاَةَ الْفَجْرِ فَقَرَأَ سُوْرَةَ يُوْسُفَ حَتَّى إِذَا بَلَغَ : ( وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيمٌ ) [ يوسف : 84 ] بَكَى حَتَّى انْقَطَعَ فَرَكَعَ


"Umar bin Al-Khottoob mengimami kami sholat subuh, lalu ia membaca surat Yusuf hingga akhirnya sampai pada ayat "Dan kedua mata Ya'qub menjadi putih karena Kesedihan dan Dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya)" (QS Yusuf : 84), maka Umarpun menangis hingga tidak mampu melanjutkan bacaannya lalu iapun ruku" (Syarah Shahih Al-Bukhaari karya Ibnu Batthool 10/281)


Abdullah bin Syaddaad berkata:


سَمِعْتُ نَشِيْجَ عُمَرَ وَأَنَا فِي آخِرِ الصُّفُوْفِ يَقْرَأُ {إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللهِ}


"Aku mendengar isakan tangisan Umar, padahal aku berada di saf yang paling terakhir, Umar membaca ayat: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku" (QS Yusuf : 86)"


(Atsar ini mu'alaaq disebutkan oleh Al-Bukhari dalam shahihnya 1/144 sebelum hadits no 716 pada bab إِذَا بَكَى الإِمَامُ فِي الصَّلاَةِ "Jika Imam menangis dalam sholat", Dan Ibnu Hajar telah menjelaskan dalam fathul bari 2/206 bahwasanya atsar ini telah disambung oleh Sa'iid bin Manshuur, dan sholat Umar tersebut adalah sholat subuh)

Rabu, 25 April 2012

Ternyata Mencium Anak-Anak Mendatangkan Rahmat Allah!!!


TERNYATA MENCIUM ANAK-ANAK MENDATANGKAN RAHMAT ALLAH!!!
Yang Kadang Terlupakan Oleh Kedua Orang Tua :

Ternyata Mencium Anak-Anak Mendatangkan Rahmat Allah !!


Sering kita dapati seseorang yang mendidik anaknya dengan cara yang keras…dengan menggunakan pukulan..bahkan tendangan…

Bahkan jika tangannya telah lelah memukul maka iapun menggunakan tongkat atau cambuk untuk memukul anaknya. Sementara jika bertemu dengan sahabat-sahabatnya jadilah ia orang yang paling lembut dan ramah.

Memang benar bahwa boleh bagi seorang ayah atau ibu untuk mendidik anaknya dengan memukul, akan tetapi hal itu keluar dari hukum asal. Karena hukum asal dalam mendidik…bahkan dalam segala hal adalah dengan kelembutan. Kita –sebagai orang tua- tidak boleh berpindah kepada metode pemukulan kecuali jika kondisinya mendesak. Itupun tidak boleh dengan pemukulan yang semena-mena, semau kita, seperti pukulan yang menimbulkan bekas…terlebih lagi yang mematahkan tulang…

Sering syaitan menghiasi para orang tua dengan  menjadikan mereka menyangka bahwa metode kekerasan dalam mendidik anak-anak adalah metode yang terbaik dan praktis serta metode yang singkat dan segera mendatangkan keberhasilan. Karena dengan kekerasan dalam sekejap sang anak menjadi penurut. '

Ingatlah ini semua hanyalah was-was syaitan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

"Tidaklah kelembutan pada sesuatupun kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatupun kecuali akan memperburuknya" (Dishahihkan oleh Al-Albani)

Memang benar…jika seorang anak disikapi keras maka ia akan nurut dan patuh…akan tetapi hanya sekejap dan sementara…

Kenyataan yang ada menunjukan bahwa jika seorang ayah atau ibu yang senantiasa memukuli dan mengerasi anak-anak mereka akan menimbulkan dampak buruk:

-         Jadilah kedua orang tua tersebut berhati keras…, hilang kelembutan dari mereka, karena mereka telah membiasakan kekerasan dalam hati mereka

-         Bahkan anak-anak mereka yang sering mereka pukuli pun menjadi keras…, keras dan kasar sikap mereka dan juga keras hati mereka.

-         Bahkan tidak jarang sang anak yang dikerasi maka semakin menjadi-jadi keburukannya.  Terutama jika sang anak merasa aman dari control kedua orang tuannya. Hal ini menunjukan sikak keras terhadap seringnya tidak membuahkan keberhasilan dalam mendidik anak-anak

-         Kalaupun metode kekerasan berhasil merubah sang anak menjadi seorang anak yang "tidak nakal" maka bagaimanapun akan berbeda hasilnya dengan seorang anak yang dibina dengan kelembutan. Seorang anak yang "tidak nakal" yang merupakan buah metode kekerasan tidak akan memiliki kelembutan dalam sikap dan tutur kata serta kelembutan hati yang dimiliki oleh seorang anak yang dididik dengan penuh kelembutan !!.


Adapun jika kedua orang tua bersikap lembut kepada anak-anak mereka, dan tidak memukul kecuali dalam kondisi terdesak, sehingga tidak keseringan…maka akan menimbulkan banyak dampak positif, diantaranya :

-         Kedua orang tua tetap bisa menjaga kelembutan hati keduanya

-         Kelembutan hati anak-anak mereka juga bisa terjaga, demikian pula akhlak anak-anak mereka menjadi akhlak yang mulia. Karena mereka telah meneladani kedua orang tua mereka yang selalu bersikap lembut dan sayang kepada mereka

-         Anak-anak tatkala telah dewasa maka yang mereka selalu kenang adalah kebaikan, kelembutan, ciuman kedua orang tua mereka yang telah bersabar dalam mendidik mereka. Jadilah mereka anak-anak yang berbakti yang selalu ingin membalas budi kebaikan kedua orang tua mereka.

-         Kedua orang tua akan mendapatkan rahmat Allah dan ganjaran dari Allah karena sikap lembut mereka kepada anak-anak mereka



Abu Hurairah –semoga Allah meridhoinya- berkata :

قَبَّلَ النَّبِىّ صلى الله عليه وسلم الْحَسَنَ بْنَ عَلِىٍّ ، وَعِنْدَهُ الأقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِىُّ جَالِسًا ، فَقَالَ الأقْرَعُ : إِنَّ لِى عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا ، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم، ثُمَّ قَالَ : مَنْ لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin 'Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro' bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro' berkata, "Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang pernah kucium". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallampun melihat kepada Al-'Aqro' lalu beliau berkata, "Barangsiapa yang tidak merahmati/menyayangi maka ia tidak akan dirahmati" (HR Al-Bukhari no 5997 dan Muslim no 2318)

Dalam kisah yang sama dari 'Aisyah –semoga Allah meridhoinya- ia berkata :

جَاءَ أَعْرَابِى إِلَى النَّبِى صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : تُقَبِّلُونَ الصِّبْيَانَ ، فَمَا نُقَبِّلُهُمْ ، فَقَالَ النَّبِى صلى الله عليه وسلم أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ

"Datang seorang arab badui kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, "Apakah kalian mencium anak-anak laki-laki?, kami tidak mencium mereka". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalau Allah mencabut rasa rahmat/sayang dari hatimu" (HR Al-Bukhari no 5998 dan Muslim no 2317)

Ibnu Batthool rahimahullah berkata, "Menyayangi anak kecil, memeluknya, menciumnya, dan lembut kepadanya termasuk dari amalan-amalan yang diridhoi oleh Allah dan akan diberi ganjaran oleh Allah. Tidakkah engkau perhatikan Al-Aqro' bin Haabis menyebutkan kepada Nabi bahwa ia memiliki 10 orang anak laki-laki tidak seorangpun yang pernah ia  cium, maka Nabipun berkata kepada Al-Aqro' ((Barang siapa yang tidak menyayangi maka tidak akan disayang)).

Maka hal ini menunjukan bahwa mencium anak kecil, menggendongnya, ramah kepadanya merupakan perkara yang mendatangkan rahmat Allah. Tidak engkau perhatikan bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menggendong (*cucu beliau) Umaamah putrinya Abul 'Aash (*suami Zainab putri Nabi) di atas leher beliau tatkala beliau sedang sholat?, padahal sholat adalah amalan yang paling mulia di sisi Allah dan Allah telah memerintahkan kita untuk senantiasa khusyuk dan konsentrasi dalam sholat. Kondisi Nabi yang menggendong Umaamah tidaklah bertentangan dengan kehusyu'an yang diperintahkan dalam sholat. Nabi kawatir akan memberatkan Umaamah (*si kecil cucu beliau) kalau beliau membiarkannya dan tidak digendong dalam sholat.

Pada sikap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini merupakan teladan yang paling besar bagi kita, maka hendaknya kita meneladani beliau dalam menyayangi anak-anak baik masih kecil maupun yang besar, serta berlemah lembut kepada mereka" (Syarh Shahih Al-Bukhari karya Ibnu Batthool, 9/211-212)

Syaikh Ibnu Al-'Utsaimin rahimahullah berkata, "Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam مَنْ لا يَرْحَمُ لا يُرْحَمُ (Barangsiapa yang tidak merahamati maka tidak dirahmati), yaitu barangsiapa yang tidak merahmati manusia maka ia tidak akan dirahmati oleh Allah Azza wa Jalla –kita berlindung kepada Allah akan hal ini-, serta Allah tidak memberi taufiq kepadanya untuk merahmati. Hadits ini menunjukan bahwa bolehnya mencium anak-anak kecil karena rahmat dan sayang kepada mereka, apakah mereka anak-anakmu ataukah cucu-cucumu dari putra dan putrimu atau anak-anak orang lain. Karena hal ini akan mendatangakna rahmat Allah dan menjadikan engkau memiliki hati yang menyayangi anak-anak. Semakin seseorang rahmat/sayang kepada hamba-hamba Allah maka ia semakin dekat dengan rahmat Allah. Bahkan Allah mengampuni seorang wanita pezina tatkala wanita pezina tersebut merahmati seekor anjing yang menjilat-jilat tanah karena kehausan…

Jika Allah menjadikan rasa rahmat/kasih sayang dalam hati seseorang maka itu merupakan pertanda bahwa ia akan dirahmati oleh Allah…"

"Maka hendaknya seseorang menjadikan hatinya lembut, ramah, dan sayang (kepada anak-anak), berbeda dengan kondisi sebagian orang bodoh. Bahkan tatkala anaknya yang masih kecil menemuinya sementara ia sedang di warung kopi maka iapun membentak dan mengusir anaknya. Ini merupakan kesalahan. Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik dan mulia akhlak dan adabnya. Suatu hari beliau sedang sujud –tatkala beliau mengimami para sahabat- maka datanglah Al-Hasan bin Ali bin Abi Thoolib, lalu –sebagaiman sikap anak-anak-, Al-Hasanpun menaiki pundak Nabi yang dalam kondisi sujud. Nabipun melamakan/memanjangkan sujudnya. Hal ini menjadikan para sahabat heran (*mereka berkata :

هَذِهِ سَجْدَةٌ قَدْ أَطَلْتَهَا، فَظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ، أَوْ أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْكَ

"Wahai Rasulullah, engkau telah memperpanjang sujudmu, kami mengira telah terjadi sesuatu atau telah diturunkan wahyu kepadamu"-pen),

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada mereka,

ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ، وَلَكِنَّ ابْنِي ارْتَحَلَنِي، فَكَرِهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ

"Bukan…, akan tetapi cucuku ini menjadikan aku seperti tunggangannya, maka aku tidak suka menyegerakan dia hingga ia menunaikan kemauannya" (*HR Ahmad no 16033 dengan sanad yang shahih-pen dan An-Nasaai no 1141 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Yaitu aku tidak ingin segera bangkit dari sujudku hingga ia menyelesaikan keinginannya. Ini buah dari rasa kasih sayang.

Pada suatu hari yang lain Umamah binti Zainab putri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang masih kecil dibawa oleh Nabi ke masjid. Lalu Nabi sholat mengimami para sahabat dalam kondisi menggendong putri mungil ini. Jika beliau sujud maka beliau meletakkannya di atas tanah, jika beliau berdiri maka beliau menggendongnya. Semua ini beliau lakukan karena sayang kepada sang cucu mungil. Padahal bisa saja Nabi memerintahkan Aisyah atau istri-istrinya yang lain untuk memegang cucu mungil ini, akan tetapi karena rasa kasih sayang beliau. Bisa jadi sang cucu hatinya terikat senang dengan kakeknya shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Nabi ingin menenangkan hati sang cucu mungil.

Pada suatu hari Nabi sedang berkhutbah, lalu Al-Hasan dan Al-Husain (*yang masih kecil) datang memakai dua baju –mungkin baju baru-. Baju keduanya tersebut kepanjangan, sehingga keduanya tersandung-sandung jatuh bangun tatkala berjalan. Maka Nabipun turun dari mimbar lalu menggendong keduanya dihadapan beliau (*di atas mimbar) lalu beliau berkata:

صَدَقَ اللهُ إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ نَظَرْتُ إِلَى هَذَيْنِ الصَّبِيَّيْنِ يَمْشِيَانِ وَيْعْثُرَانِ فَلَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قَطَعْتُ حَدِيْثِي وَرَفَعْتُهُمَا

"Maha benar Allah…"Hanyalah harta kalian dan anak-anak kalian adalah fitnah", aku melihat kedua anak kecil ini berjalan dan terjatuh, maka aku tidak sabar hingga akupun memutuskan khutbahku dan aku menggendong keduanya" (HR At-Thirmidzi no 2969 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Kemudian beliau melanjutkan khutbah beliau (*lihat HR Abu Dawud no 1016 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Yang penting  hendaknya kita membiasakan diri kita untuk menyayangi anak-anak, demikian juga menyayangi semua orang yang butuh kasih sayang, seperti anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang lemah (tidak mampu) dan selain mereka. Dan hendaknya kita menjadikan dalam hati kita rasa rahmat (kasih sayang) agar hal itu menjadi sebab datangnya rahmat Allah bagi kita, karena kita juga butuh kepada rahmat" (dari Syarah Riyaad As-Shoolihiin, dengan sedikit perubahan)

Sungguh mulia akhlak Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada anak-anak…beliau menggendong anak-anak…bahkan dalam sholat beliau, karena kasih sayang kepada anak-anak …mencium anak-anak adalah ibadah…mendatangkan rahmat Allah. Bahkan beliau pernah berjalan cukup jauh hanya untuk mencium putra beliau Ibrahim.

Anas Bin Malik –semoga Allah meridhoinya- berkata :

«مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالْعِيَالِ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»، قَالَ: «كَانَ إِبْرَاهِيمُ مُسْتَرْضِعًا لَهُ فِي عَوَالِي الْمَدِينَةِ، فَكَانَ يَنْطَلِقُ وَنَحْنُ مَعَهُ فَيَدْخُلُ الْبَيْتَ وَإِنَّهُ لَيُدَّخَنُ، وَكَانَ ظِئْرُهُ قَيْنًا، فَيَأْخُذُهُ فَيُقَبِّلُهُ، ثُمَّ يَرْجِعُ»

"Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sayang kepada anak-anak dari pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Putra Nabi (yang bernama) Ibrahim memiliki ibu susuan di daerah Awaali di kota Madinah. Maka Nabipun berangkat (*ke rumah ibu susuan tersebut) dan kami bersama beliau. lalu beliau masuk ke dalam rumah yang ternyata dalam keadaan penuh asap. Suami Ibu susuan Ibrahim adalah seorang pandai besi. Nabipun mengambil Ibrahim lalu menciumnya, lalu beliau kembali" (HR Muslim no 2316)

Senin, 23 April 2012


KEUTAMAAN SIWAK
Termasuk sunnah yang paling sering dan yang paling senang dilakukan oleh Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bersiwak. Siwak merupakan pekerjaan yang ringan namun memiliki faedah yang banyak baik bersifat keduniaan yaitu berupa kebersihan mulut, sehat dan putihnya gigi, menghilangkan bau mulut, dan lain-lain, maupun faedah-faedah yang bersifat akhirat, yaitu ittiba’ kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan mendapatkan keridhoan dari Allah U. Sebagaimana sabda Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ (رواه أحمد)

“Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhoan bagi Rob”. (Hadits shohih riwayat Ahmad, irwaul golil no 66). (Syarhul mumti’ 1/120 dan taisir ‘alam 1/62)

Oleh karena itu Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam begitu bersemangat melakukannya dan sangat ingin agar umatnya pun melakukan sebagaimana yang dia lakukan, hingga beliau bersabda :

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوْءٍ

“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudlu. (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim, irwaul golil no 70)

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَّلاَةٍ

“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan sholat”
. (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim, irwaul golil no 70)
Ibnu Daqiqil ‘Ied menjelaskan sebab sangat dianjurkannya bersiwak ketika akan sholat, beliau berkata: “Rahasianya yaitu bahwasanya kita diperintahkan agar dalam setiap keadaan ketika bertaqorrub kepada Allah, kita senantiasa dalam keadaan yang sempurna dan dalam keadaan bersih untuk menampakkan mulianya ibadah”. Dikatakan bahwa perkara ini (bersiwak ketika akan sholat) berhubungan dengan malaikat karena mereka terganggu dengan bau yang tidak enak. Berkata Imam As-Shon’ani : “Dan tidaklah jauh (jika dikatakan) bahwasanya rahasianya adalah digabungkannya dua perkara yang telah disebutkan (di atas) sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Jabir radhiyallahu 'anhu:
مَنْ أَكَلَ الثَّوْمَ أَوِ الْبَصَالَ أَوِ الْكَرَّاثَ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا لإَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى بِهِ بَنُوْ آدَمَ

“Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah atau bawang bakung maka janganlah dia mendekati masjid kami. Sesungguhnya malaikat terganggu dengan apa-apa yang bani Adam tergaanggu dengannya” (Taisir ‘alam 1/63)
Dan ternyata Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak hanya bersiwak ketika akan sholat saja, bahkan beliau juga bersiwak dalam berbagai keadaan. Diantaranya,
ketika dia masuk kedalam rumah…
رَوَى شُرَيْحٌ بْنُ هَانِئِ قَالَ : سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا بِأَيِّ شَيِءٍ يَبْدَأُ النَّبِيُّ إِذَا دَخَلَ بَيِتَهُ ؟ قَالَتْ : بِالسِّوَاكِ (رواه مسلم)

Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, beliau berkata :”Aku bertanya kepada ‘Aisyah : “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah jika dia memasuki rumahnya ?” Beliau menjawab :”Bersiwak”. (Hadits riwayat Muslim, Irwaul Golil no. 72)

Atau ketika bangun malam…


عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوْسُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ

Dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu 'anhu, dia berkata : “Adalah Rosulullah jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak”. (Hadits riwayat Bukhori)
Bahkan dalam setiap keadaan pun boleh bagi kita untuk bersiwak. Sesuai dengan hadits di atas (السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ). Dalam hadits ini Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memutlakkannya dan tidak mengkhususkannya pada waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu siwak boleh dilakukan setiap waktu (Syarhul mumti’ 1/120, fiqhul islami wa adillatuhu 1/300), sehingga tidak disyaratkan hanya bersiwak ketika mulut dalam keadaan kotor (Syarhul mumti’ 1/125).

Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat bersemangat ketika bersiwak, sehingga sampai keluar bunyi dari mulut beliau seakan-akan beliau muntah
عَنْ أَبِي مُوْسَى اَلْأَشْعَرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ النَّبِيَّ وَهُوَ يَسْتَاكُ بِسِوَاكٍ رَطْبٍ قَالَ وَطَرْفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ وَهُوَ يَقُوْلُ أُعْ أُعْ وَالسِّوَاكُ فِيْ فِيْهِ كَأَنَّهُ يَتَهَوَّعُ 

Dari Abu Musa Al-Asy’ari y berkata : "Aku mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan dia sedang bersiwak dengan siwak yang basah. Dan ujung siwak pada lidahnya dan dia sambil berkata “Uh- uh”. Dan siwak berada pada mulutnya seakan-akan beliau muntah". (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim)

Dan yang lebih menunjukan akan besarnya perhatian beliau dengan siwak yaitu bahwasanya diakhir hayat beliau, beliau masih menyempatkan diri untuk bersiwak sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah :

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : دَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى النَّبِيِّ وَ أَنَا مُسْنِدَتُهُ إلَى صَدْرِي - وَمَعَ عَبْدِ الرَّحْمنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ يَسْتَنُّ بِهِ – فَأَبَدَّهُ رَسُوْلُ اللهِ بَصَرَهُ، فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ فَقَضِمْتُهُ وَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إِلَى النَّبِيِّ فَاسْتَنَّ بِهِ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا أَحْسَنَ مِنْهُ. فَمَا عَدَا أَنْ فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ رَفَعَ يَدَهُ أَوْ إِصْبَعَهُ ثُمَّ قَالَ : (فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى) ثَلاَتًا، ثُمَّ قُضِيَ عَلَيْهِ

وَ فِي لَفْظٍ: فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَ عَرَفْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ السِّوَاكَ فَقُلْتُ آخُذُهُ لَكَ ؟ فَأَشَرَ بِرَأْسِهِ : أنْ نَعَمْ

Dari ‘Aisyah berkata : Abdurrohman bin Abu Bakar As-Sidik menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersandar di dadaku. Abdurrohman membawa siwak yang basah yang dia gunakan untuk bersiwak. Dan Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memandang siwak tersebut (dengan pandangan yang lama). Maka aku pun lalu mengambil siwak itu dan menggigitnya (untuk dibersihkan-pent) lalu aku membaguskannya kemudian aku berikan siwak tersebut kepada Rosulullah, maka beliaupun bersiwak dengannya. Dan tidaklah pernah aku melihat Rosulullah bersiwak yang lebih baik dari itu. Dan setelah Rosulullah selesai dari bersiwak dia pun mengangkat tangannya atau jarinya lalu berkata :

فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى

Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau wafat.

Dalam riwayat lain ‘Aisyah berkata :”Aku melihat Rosulullah memandang siwak tersebut, maka akupun tahu bahwa beliau menyukainya, lalu aku berkata : ‘Aku ambilkan siwak tersebut untuk engkau?” Maka Rosulullah mengisyaratkan dengan kepalanya (mengangguk-pent) yaitu tanda setuju. (Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim)

Oleh karena itu berkata sebagian ulama : “Telah sepakat para ulama bahwasanya bersiwak adalah sunnah muakkadah karena anjuran Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kesenantiasaan beliau melakukannya dan kecintaan beliau serta ajakan beliau kepada siwak tersebut.” (fiqhul islami wa adillatuhu 1/300)

Definisi siwak

Siwak adalah nama untuk dahan atau akar pohon yang digunakan untuk bersiwak. Oleh karena itu semua dahan atau akar pohon apa saja boleh kita gunakan untuk bersiwak jika memenuhi persyaratannya, yaitu :

-  Harus lembut, sehingga batang atau akar kayu yang keras tidak boleh digunakan untuk bersiwak karena bisa merusak gusi dan email gigi.

-  Bisa membersihkan dan berserat serta bersifat basah, sehingga akar atau batang yang tidak ada seratnya tidak bisa digunakan untuk bersiwak

-  Seratnya tersebut tidak berjatuhan ketika digunakan untuk bersiwak sehingga bisa mengotori mulut. (syarhul mumti’ 1/118)

Bolehkah bersiwak menggunakan sikat gigi modern dan pasta gigi ?. Sebagian ulama berpendapat tidaklah dikatakan bersiwak dengan sikat gigi adalah sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena siwak berbeda dengan sikat gigi. Siwak memiliki banyak kelebihan dibandingkan sikat gigi. Namun pendapat yang benar bahwasanya jika tidak terdapat akar atau dahan pohon untuk bersiwak maka boleh kita bersiwak dengan menggunakan sikat gigi biasa karena illah (sebab) disyariatkannya siwak adalah untuk membersihkan gigi. Bahkan Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam pernah besiwak dengan jarinya ketika berwudhu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali y bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

أدْخَلَ أضصْبِعَهُ عِنْدَ الْوُضُوْءِ وَ حَرَّكَهَا

Beliau memasukkan jarinya (ke dalam mulutnya-pent) ketika berwudlu dan menggerak-gerakkannya. (Hadits riwayat Ahmad dalam musnadnya 1/158. Berkata Al-Hafizh dalam talkhis 1/70 setelah beliau membawakan hadits-hadits tentang siwak dengan jari yaitu dari hadits Anas y dan Aisyah dan selain keduanya :”Dan hadits yang paling shohih tentang siwak dengan jari adalah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari hadits Ali bin Abi Tolib y”.) (Syarhul mumti’ 1/118-119)

Dan bersiwak dengan menggunakan akar atau dahan pohon adalah lebih baik dan lebih mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena memiliki faedah yang banyak dan bisa digunakan setiap saat serta bisa dibawa kemana-mana. Namun anehnya banyak kaum muslimin yang merasa tidak senang jika melihat orang yang bersiwak dengan akar atau dahan pohon, padahal tidak diragukan lagi akan kesunnahannya. Mereka memandang orang yang bersiwak dengan akar kayu dengan pandangan sinis atau pandangan mengejek. Apakah mereka membenci sunnah yang sering dilakukan dan dicintai oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan ketika akhir hayat beliau? Tidak cukup hanya dengan membenci, merekapun memberikan olok-olokan yang tidak layak sampai-sampai mereka mengatakan orang yang bersiwak adalah orang yang jorok.

Cara bersiwak

Hendaklah bersiwak dengan menggosok bagian kanan gigi, setelah itu bagian yang kiri. Hal ini sesuai dengan hadits ‘Aisyah :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِيْ تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُوْرِهِ وَفِيْ شَاْنِهِ كُلِّهِ

“Adalah menyenangkan Rosulullah untuk memulai dengan yang kanan ketika memakai sendal, menyisir rambut, ketika bersuci, dan dalam semua keadaan”.(Hadits riwayat Bukhori dan Muslim)
Dan siwak termasuk dari bersuci.

Namun para ulama berselisih tentang mana yang lebih afdol, apakah memegang siwak dengan menggunakan tangan kanan atau dengan tangan kiri?.

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang lebih afdol adalah dengan tangan kanan. Karena bersiwak adalah sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan sunnah adalah ketaatan kepada Allah U, dan ketaatan kepada Allah U tidak layak dilaksanakan dengan yang kiri.

Sebagian ulama yang lain (diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) menganggap yang lebih afdol adalah dengan tangan kiri. Karena bersiwak adalah termasuk membersihkan kotoran sebagaimana beristinja’ dan beristijmar. Oleh karena itu lebih baik menggunakan tangan kiri.

Sebagian ulama yang lainnya (yaitu sebagian para ulama dari madzhab Maliki) memerinci. Jika niat bersiwak untuk membersihkan kotoran maka yang lebih afdol menggunakan tangan kiri, namun jika niatnya hanya sekedar melaksanakan sunnah (walaupun gigi dalam keadaan bersih-pent) seperti bersiwak ketika wudlu atau ketika akan sholat maka lebih baik menggunakan tangan kanan.

Namun tentang masalah ini perkaranya luas (bebas) karena tidak adanya dalil yang jelas yang menunjukan akan hal ini. (Syarhul mumti’ 1/126-127)



Bolehkah seseorang yang berpuasa bersiwak ?

Tentang masalah ini juga terjadi khilaf diantara para ulama’.

Makruh menurut Syafi’iyah dan Hanabilah seseorang yang berpuasa bersiwak setelah waktu zawal (condongnya matahari) atau sejak masuk waktu sholat dhuhur hingga terbenam matahari. Dalil mereka :

-  Hadits Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِذَا صُمْتُمْ فَاسْتِكُوْا بِالْغَدَاةِ وَلاَ تَسْتَكُوْا بِالْعَشِيِّ

“Jika kalian berpuasa maka bersiwaklah ketika pagi hari dan janganlah kalian bersiwak ketika sore hari” (setelah zawal-pent).(Hadits riwayat Daruqutni dari hadits Ali bin Abi Tolib, namun sanadnya dho’if lihat irwaul golil no 67)
-  Hadits Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسكِ

“Bau mulutnya orang yang berpuasa sungguh lebih baik di sisi Allah daripada bau misik”
. (Hadits riwayat Bukhori dan Muslim)
Dan bau mulut tersebut biasanya tidaklah muncul kecuali pada sore hari. Dan bau tersebut muncul dari ketaatan kepada Allah U, maka tidak selayaknya untuk dihilangkan sebagaimana darahnya para syuhada’ tidak boleh dihilangkan sehingga mereka dikuburkan bersama darah-darah mereka dan tanpa dimandikan.

Dan tidak dimakruhkan sama sekali secara mutlak menurut Malikiah dan Hanafiah seseorang yang berpuasa untuk bersiwak kapan saja. Dan ini adalah pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Berkata Imam Syaukani :”Yang benar disunnahkan orang yang berpuasa untuk bersiwak sejak awal siang hingga akhirnya (dari semenjak pagi sampai terbenam matahari –pent), dan inilah pendapat jumhur para imam.” (fiqhul islami 1/302)

Dalilnya yaitu :

-  Hadits-hadits yang menganjurkan untuk bersiwak itu bersifat umum baik bagi orang yang tidak berpuasa maupun yang berpuasa. Dan tidak ada satu dalilpun yang shohih yang mengkhususkan bahwa tidak dianjurkan bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah dhuhur. Sedangkan hadits Ali y yang diriwayatkan oleh Imam Daruqutni, hadits tersebut dhoi’f maka tidak bisa dijadikan hujjah.

Syaikh Al-Albani berkata mengomentari hadits Ali yang dho’if ini :”…Dan jika engkau telah mengetahui lemahnya hadits ini maka tidak ada hujjah padanya (hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah akan makruhnya bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah zawal-pent). Lagi pula hadits ini bertentangan dengan dalil-dalil yang umum tentang disyari’atkannya siwak yang berlaku bagi orang yang berpuasa pada setiap waktu. Dan betapa baik apa yang telah diriwayatkan oleh At-Thobroni :

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ غَنِمٍ قَالَ : سَأَلْتُ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ : آتَسَوَّكُ وَأَنَا صَائِمٌ ؟ قَالَ : نَعَمْ, قُلْتُ : أَيُّ النَّهَارِ ؟ قَالَ : غُدْوَةً أَوْ عَشِيَّةً. قُلْتُ : إِنَّ النَّاسَ يَكْرَهُوْنَ عَشِيَّةً وَ يَقُوْلُوْنَ إِنَّ رَسُلَ اللهِ قَالَ : لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسكِ ؟ قَالَ : سُبْحَانَ اللهِ لَقَدْ أَمَرَهُمْ بِالسِّوَاكِ, وَ مَا كَانَ بِالَّذِيْ يَأْمُرُهُمْ أَنْ يُنَتِّنُوْا أَفْوَاهَهُمْ عَمْدًا, مَا فِيْ ذَالِكَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْءٌ بَلْ فِيْهِ شَرٌّ. قَالَ الحَافِظُ فِيْ التَّلْخِيْصِ (ص 113) : إِسْنَادُهُ جَيِّدٌ

Dari Abdurrahman bin gonim berkata : “Aku bertanya kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu: Apakah aku bersiwak padahal aku berpuasa?” Beliau menjawab :”Ya”, Aku berkata : “Di siang hari kapan?”, Beliau berkata :”Di waktu pagi dan sore”. Aku berkata :”Orang-orang membenci (bersiwak) pada sore hari. Dan mereka berkata bahwa Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Bau mulutnya orang yang berpuasa sungguh lebih baik di sisi Allah daripada bau misik”. Beliau berkata سُبْحَانَ اللهِ Rosulullah sungguh telah memerintahkan mereka untuk bersiwak dan tidaklah layak (bagi mereka) atas apa yang mereka telah diperintahkan oleh Rosulullah, mereka sengaja membuat mulut mereka menjadi berbau busuk. Tidak ada pada perbuatan mereka itu kebaikan sedikitpun, bahkan kejelekan yang ada pada perbuatan mereka itu.” Berkata Al-Hafiz dalam “Talkhis” hal 113 : “Sanadnya baik” (Lihat irwaul golil hal 1/106)

-  Hadits
قَالَ عَامِرُ بْنُ رَبِيْعَةَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ مَا لاَ أُحْصِي يَتَسَوَّكُ وَهُوَ صَائِمٌ

Berkata Amir bin Robi’ah radhiyallahu 'anhu: Aku telah melihat Rosulullah apa yang tidak bisa aku menghitungnya yaitu beliau bersiwak dan beliau dalam keadaan berpuasa. (Hadits riwayat Abu Dawud).
Namun hadits ini dho’if dan tidak bisa dijadikan hujjah (lihat irwaul golil no 68).

-  Sedangkan diqiaskannya bau mulut orang yang berpuasa dengan darah para syuhada’ adalah qias yang salah. Karena ‘illah dari tidak dimandikannya para syuhada’ adalah pada hari kiamat mereka akan dibangkitkan dalam keadaan luka-luka mereka berdarah dengan warna darah namun mengeluarkan bau misik. Hal ini berbeda dengan puasa, tidak ada dalil yang menunjukan bahwa orang yang berpuasa akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan mengeluarkan bau mulut yang tidak dibersihkan dengan bau yang harum.

-   Adapun mengatakan bahwa bau mulut itu biasanya muncul pada waktu sore hari, ini tidaklah mutlaq. Bukankah terkadang bau itu muncul sebelum dhuhur, karena sebab munculnya bau ini adalah kosongnya lambung. Jika seseorang sahurnya terlalu cepat maka lambungnya akan kosong pada waktu pagi, sehingga di pagi hari mulutnya sudah bau. Seharusnya kalau ‘illah dari larangan bersiwak adalah bau mulut, maka kapan saja mulut itu bau maka tidak boleh bersiwak baik di siang hari maupun di pagi hari. Apalagi ada orang yang tidak memiliki bau mulut ketika berpuasa karena pencernaannya lambat atau karena yang lainnya (maka tentunya tidak mengapa baginya untuk bersiwak -pent). (lihat Syarhul mumti’ 1/121-124)

Berkata Syaikh Ali Bassam : “Tidak ada dalil pada hadits ini (yaitu hadits لَخُلُوْفُ فَمِ .... ). Sebab siwak tidaklah bisa menghilangkan bau yang timbul dari sumbernya yaitu dari lambung, berbeda dengan mulut yang bisa dibersihkan dengan siwak” (Taudihul Ahkam 1/106)

Demikianlah sekilas mengenai siwak semoga bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

Minggu, 22 April 2012

10 Renungan Bagi yang di Timpa Musibah


Ujian menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Sebagaimana orang miskin diuji…orang kayapun demikian. Sebagaimana rakyat jelata hidup di atas ujian…para penguasa juga diuji. Bahkan bisa jadi ujian yang dirasakan oleh para penguasa dan orang-orang kaya lebih berat daripada ujian yang dirasakan oleh orang-orang miskin dan rakyat jelata.

Jangan disangka hanya si miskin yang menangis akibat ujian yang ia hadapi…, atau hanya si miskin yang merasakan ketakutan…bahkan seorang penguasa bisa jadi lebih banyak tangisannya dan lebih parah ketakutan yang menghantuinya daripada si miskin. Intinya setiap yang bernyawa pasti diuji sebelum maut menjemputnya…siapapun juga orangnya. Entah diuji dengan kesulitan atau diuji dengan kelapangan, kemudian ia akan dikembalikan kepada Allah untuk dimintai pertanggung jawaban bagaimana sikap dia dalam menghadapi ujian tersebut. Allah berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan" (QS Al-Anbiyaa' : 35)

Memang dunia ini adalah medan ujian…kehidupan ini ada medan perjuangan…Allah berfirman ;

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

"Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun"
 (QS Al-Mulk : 1-2)

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا

"Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya"
 (QS Huud : 7)

Jikalau orang kafir juga tidak selamat dari ujian kehidupan, maka apatah lagi seorang yang beriman kepada Allah?, pasti akan menghadapi ujian. Allah berfirman :

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS Al-'Ankabuut : 2)

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS Al-Baqoroh : 155)

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat" (QS Al-Baqoroh : 214)

Bahkan semakin tinggi iman seseorang maka semakin banyak ujian yang akan ia hadapi. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ ، ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ ، فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِيْ دِيْنِهِ رِقَّةٌ اُبْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ

"Orang yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian yang paling sholeh dan seterusnya. Seseorang diuji berdasarkan agamanya, jika agamanya kuat maka semakin keras ujiannya, dan jika agamanya lemah maka ia diuji berdasarkan agamanya. Dan ujian senantiasa menimpa seorang hamba hingga meninggalkan sang hamba berjalan di atas bumi tanpa ada sebuah dosapun"
 (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 143)

Jika anda terkadang merasakan ujian yang terus menimpa anda maka itulah yang pernah dirasakan oleh seorang Imam besar sekelas Imam Syafii. Al-Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata :

مِحَنُ الزَّمَانِ كَثِيْرةٌ لاَ تَنْقَضِي ... وَسُرُوْرُهَا يَأْتِيْكَ كَالْأَعْيَادِ

Cobaan zaman banyak tidak habis-habisnya….

Dan kegembiraan zaman mendatangimu (sesekali) seperti sesekalinya hari raya

Bahkan terkadang ujian datang bertubi-tubi dan bertumpuk-tumpuk. Imam Syafi'i rahimahullah juga berkata :

تَأْتِي الْمَكَارِهُ حِيْنَ تَأْتِي جُمْلَةً ... وَأَرَى السُّرُوْرَ يَجِيْءُ فِي الْفَلَتَاتِ

"Hal-hal yang dibenci tatkala datang bertumpuk-tumpuk…

Dan aku melihat kegembiraan datang sesekali"



Berikut ini 10 perkara yang hendaknya direnungkan oleh anda jika anda ditimpa musibah atau ujian :


Pertama : Yakinlah bahwa selain andapun juga diuji. Ada yang diuji dengan kemiskinan…, ada yang diuji dengan harta, jabatan, dan kekuasaan…ada yang diuji dengan istri yang berakhlak buruk…, ada wanita yang diuji dengan suami bejat…, ada wanita yang diuji dengan mertua jahat…, ada yang diuji dengan ibunya…, dan terlalu banyak model ujian yang menimpa manusia. Maka anda sebagaimana manusia-manusia yang lain yang juga ditimpa musibah/ujian yang beraneka ragam

Kedua : Sabarlah dengan ujian yang sedang anda hadapi…, Alhamdulillah anda masih bisa memikulnya. Bisa jadi jika anda diuji dengan ujian yang lain maka anda tidak akan mampu menghadapinya. Yakinlah bahwa tidaklah Allah menguji kecuali dengan ujian yang mampu dihadapi oleh seorang hamba

Ketiga : Terkadang syaitan membisikkan kepada anda bahwa ujian yang anda hadapi sangatlah berat dan tidak mungkin untuk anda pikul…maka ingatlah bahwa saat ini masih terlalu banyak orang yang diuji dengan ujian yang jauh lebih berat dengan ujian yang sedang anda hadapi

Keempat : Bukankah ujian jika dihadapi dengan kesabaran maka akan menghapus dosa-dosa dan meninggikan derajat??

Kelima : Bahkan bisa jadi Allah menghendaki anda untuk meraih sebuah tempat yang tinggi di surga yang tidak mungkin anda peroleh dengan hanya sekedar amalan-amalan sholeh anda. Amalan sholeh anda tidak cukup untuk menaikan anda ke tempat tinggi tersebut. Anda tidak akan mampu untuk sampai ke tempat tinggi tersebut kecuali dengan menjalani ujian-ujian yang tidak henti-hentinya untuk mengangkat derajat anda

Keenam : Ingatlah… dengan ujian terkadang kita baru sadar bahwasanya kita ini sangatlah lemah dan selalu butuh kepada Allah Yang Maha Kuasa. Terkadang kita baru mengenal yang namanya khusyu' dalam sholat…kita baru bisa merasakan kerendahan yang disertai deraian air mata…kita baru bisa merasakan nikmatnya ibadah…tatkala ujian datang…tatkala musibah menerpa.

Ketujuh : Ingatlah…dengan ujian atau musibah yang menimpa kita terkadang menghilangkan sifat ujub pada diri kita. Karena tatkala kita rajin beribadah dan selalu mendapatkan kenikmatan terkadang timbul ujub dalam diri kita dengan merasa bahwa diri kita hebat selalu beruntung. Jangan sampai kita salah persepsi dengan menganggap tanda kecintaan Allah kepada seorang hamba adalah tidak ditimpanya sang hamba dengan musibah. Bahkan perkaranya justru sebaliknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ

“Jika Allah mencintai sebuah kaum maka Allah akan menguji mereka” 
(Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 146)

Kedelapan : Berhusnudzonlah kepada Allah, yakinlah bahwa dibalik ujian dan musibah yang menimpamu ada kebaikan dan hikmah. Justru jika ujian tersebut tidak datang dan jika musibah tersebut tidak menimpamu maka akan lebih buruk kondisimu. Allah berfirman :

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ

“Dan boleh jadi kalian membeci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian” (QS Al-Baqoroh : 216)

Kesembilan : Bahkan bisa jadi musibah atau ujian yang kita benci tersebut bahkan mendatangkan banyak kebaikan. Allah berfirman:

فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلُ اللهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

“Maka mungkin kalian membenci sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”
 (QS An-Nisaa : 19)

Kesepuluh : Ingatlah bahwasanya tidak ada istrirahat total…kegembiraaan total…kecuali di akhirat kerak. Selama anda masih hidup di dunia maka siap-siaplah dengan ujian yang menghadang. Bersabarlah…tegarlah…demi meraih ketentaraman dan kebahagiaan abadi kelak di surga. Ada orang awam yang berkata, “Kalau mau hidup di dunia harus siap diuji, kalau tidak mau diuji ya…jangan hidup di dunia !!!”


Rabu, 18 April 2012

Manusia Dan Pandangan Hidup (tugas IBD Minggu Ke-9)

MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP
PENGERTIAN PANDANGAN HIDUP
Setiap manusia mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati karena ia menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya. Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya. Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar itu manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup.

Pandangan hidup berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
1. Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
2. Pandangan hidup yang berupa ideology yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada suatu Negara.
3. Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.

Apabila pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka panandangan hidup itu disebut ideology. Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsure unsur yaitu : cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan. CIta-cita ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai, tentram. Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kemampuan akal, kemampuan jasmana, dan kepercayaan kepada Tuhan.
CITA-CITA
Menurut kamus umum bahasa Indonesia cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan dating. Pada umumnya cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama makin tinggi, dengan perkataan lain : cita-cita merupakan keinginan, harapan, dan tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya. Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan.
Disini persyaratan dan kemampuan tidak/belum dipenuhi sehingga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan. Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang akan dating sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkan seseorang mencapai apa yang dicita-citakannya tergantung dari 3 faktor; pertama factor manusia yang memiliki cita-cita, kedua kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang dicita-citakannya dan ketiga seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai.

KEBAJIKAN
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yagn sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, mahluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Sebagai mahluk pribadi, manuda dapat menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang buruk. Baik dan buruk itu ditentukan oleh suara hati. Suara hati adalah semacam bisikan didalam hati yang mendesak seseorang, untuk menimbang dan menentukan baik buruknya suatu perbuatan, tindakan atau tingkah laku. Jadi suara hati dapat merupakan hakin untuk diri sendiri.
Suara hati selalu memilik yang baik, sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik bagi dirinya. Oleh karena itu, kalau seseorang berbuat sesuatu sesuai dengan bisikan hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Jadi berbuat dan bertindak menurut suara hati, maka tindakan itu adalah baik. Jadi baik atau buruk itu dilihat menurut suara hati sendiri. Meskipun demikian harus dinilai dan diukur menurut suatu atau pendapat umum. Jadi kebajikan adalah perbuatan yang sesuai dengan suara hati kita, suara hati masyarakat dan hukum Tuhan. Kebajikan manusia nyata dan dapat dirasakan dalam tingkah lakunya, karena tingkah laku bersumber pada pandangan hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri, sehingga tingkah laku setiap orang berbeda-beda.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku seseorang adalah: factor pembawaan, factor lingkungan dan pengalaman.
USAHA/PERJUANGAN
Usaha /perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun denan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Kerja keras pada dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Untuk bekerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan, karena kemampuan terbatas timbul perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia satu dan manusia lainnya,

Keyakinan/kepercayaan.
Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan. Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, ada 3 aliran filsafat yaitu :
• Aliran naturalisme; hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari nature, dan itu dari Tuhan. Tetapi yang tidak percaya pada Tuhan, nature itulah yang tertinggi. Aliran naturalisme berisikan spekulasi mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada.
• Aliran intelektualisme; dasar aliran ini adalah logika/akal. Manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir, mana yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun bertentangan dengan kekuatan hati nurani. Manusia yakin bahwa dengan kekuatan pikiran (akal) kebajikan itu dapat dicapai dengan sukses. Dengan akal diciptakan teknologi, teknologi adalah alat Bantu mencapai kebajikan yang maksimal, walaupun mungkin teknologi memberi akibat yang bertentangan dengan akal. Apabila aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari akal. Jadi pandangan hidup ini dilandasi oleh keyakinan kebenaran yang diterima akal.Benar menurut akal itulah yang baik. Manusia yakin bahwa kebajikan hanya dapat diperoleh dengan akal (ilmu dan teknologi). Pandangan hidup ini disebut liberalisme. Kebebasan akal menimbulkan kebebasan bertingkah laku dan berbuat, walaupun tingkah lakudan perbuatannya itu bertentangan dengan hati nurani. Kebebasan akal lebih ditekankan pada setiap individu. Karena itu individu yang berakal (berilmu dan berteknologi) dapat menguasai individu yang berpikir rendah (bodoh).

• Aliran gabungan
Dasar aliran ini idalah kekuatan gaib dan juga akal. Kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu. Segala sesuatu dinilai dengan akal, baik sebagai logika berpikir maupun sebagai rasa (hati nurani).

Jadi apa yang benar menurut logika berpikir juga dapat diterima oleh hati nurani. Apabial aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka akan timbil dua kemungkinan pandangan hidup. Apabila keyakinan lebih berat didasarkan pada logika berpikir, sedangkan hati nurani dinomorduakan, kekuatan gaib dari Tuhan diakui adanya tetapi tidak menentukan, dan logika berpikir tidak ditekankan pada logika berpikir individu, melainkan logika berpikir kolektif (masyarakat), pandangan hidup ini disebut sosialisme.
Apabila dasar keyakinan itu kekuatan gaib dari Tuhan dan akal, kedua-duanya mendasari keyakinan secara berimbang, akan dalam arti baik sebagia logika berpikir maupun sebagai daya rasa (hati nurani), logika berpikir baik secara individual maupun secara kolektif panangan hidup ini disebut sosialisme-religius. Kebajikan yang dikehendaki adalah kebajikan menurut logika berpikir dan dapat diterima oleh hati nurani, semuanya itu berkat karunia Tuhan.

LANGKAH-LANGKAH PANDANGAN HIDUP YANG BAIK:
1. mengenal
2. mengerti
3. menghayati
4. meyakini
5. mengabdi
6. mengamankan

Manusia dan Keadilan. (tugas IBD Minggu Ke-8)

MANUSIA DAN KEADILAN
Manusia dan Keadilan
Pengertian Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.

Keaadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Diproyeksikan kepada pemerintah sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya.
Pendapat ini terbatas pada nilainilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati. Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

Berbagai Macam Keadilan
1. Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya ( the man behind the gun ). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya disebut keadilan legal.
2. Keadilan distributive
Aristotele berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when equels are treated equally).
3. Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat

Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.

Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita.
Bermacam macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada 4 aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban dan aspek teknik. Apabila keempat asepk tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan.

Pemulihan nama baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menajaga dengan hati-hati agar namanya baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan bama baik atau tidak baik ini adalah tingkah laku atau perbuatannya.
Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatn-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya. Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak yang baik. Untuk memulihkan nama baik manusia harus tobat atau minta maaf.
Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepaa sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang , tanpa pamrin, takwa terhadap Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.

Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial.
Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.