Jumat, 28 Desember 2012

Contoh Kasus Dunia Perbankan


TUGAS 1
(Contoh Kasus/masalah dalam dunia perbankan mengenai Manajemen Proyek dan Resiko)
Contoh Kasus CYBER CRIME dalam Dunia perbankan
Masalah cyber crime dalam dunia perbankan kini kembali menjadi pusat perhatian. Kejahatan dunia maya (Inggris : cyber crime) adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan
dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online,
pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dan lain-lain. Sebab muncul pola-pola baru dari cyber crime perbankan yang bermotif ekonomi.
Jika dulu pelakunya mengincar barang-barang mahal dan langka, kini berupa uang. Meski sudah banyak pelaku cyber crime perbankan yang ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara,
nyatanya praktik kejahatan itu masih marak dengan cara yang beraneka. Kejahatan duniamaya sudah meresahkan masyarakat, termasuk dunia perbankan. Kejahatan dunia maya di Indonesia sudah sangat terkenal.
Terus berkembangnya teknologi informasi (TI) juga membuat praktik cyber crime, terutama carding, kian canggih.
Carding adalah bentuk cyber crime yang paling kerap terjadi. Maka, tak heran jikadalam kasus credit card fraud, Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara kedua tertinggi didunia setelah Ukraina.
Saat ini terjadi pergeseran pola carding. Kalau dulu mereka lebihmengincar barang-barang yang mahal dan langka, kini uang yang dicari. Misalnya, kini marak carding untuk perdagangan saham secara online.
Pelaku carding dari Indonesia berfungsi sebagai pihak yang membobol kartu kredit, dan hasilnya digunakan oleh mitranya di luar negeri untuk membeli saham secara online. Keuntungan transaksi itu kemudian
di transfer ke sebuah rekening penampungan, yang kemudian dibagi lagi ke rekening anggota sindikat.
Setelah isu carding mereda, kini muncul bentuk kejahatan baru, yakni pembobolan uang nasabah melalui ATM atau cracking sistem mesin ATM untuk membobol dananya. Kepercayaan terhadap perbankan
tidak hanya terkait dengan keamanan simpanan nasabah dibank tersebut, tetapi juga terhadap keamanan sistem dan prosedur, pemanfaatan teknologiserta sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan
kepada nasabah. Salah satu aspek risiko yang hingga kini belum banyak diantisipasi adalah kegagalan transaksi perbankan melalui teknologi informasi (technology fraud) yang dalam risiko perbankan masuk kategori sebagai risiko operasional.

Penipuan via Chatroom dalam Dunia Perbankan
Pada awalnya, chatroom memang sekedar sebuah media bagi para carder untuk bertukar data kartu kredit bajakan dan berjual-beli barang hasil carding. Tetapi, setelah banyak merchant di Internet yang enggan mengirimkan paket mereka ke Indonesia,
maka banyak carder yang mulai kesulitan melakukan carding. Karena “kepepet” dan terbiasa mendapatkan uang secara mudah, kemudian mereka menggeser modus operandi mereka di chatroom yaitu dengan melakukan satu jenis penipuan
yang belum banyak terungkap kasusnya di Indonesia. Mereka “seolah-olah” ingin menjual atau melepas barang-barang elektronik, semisal telepon selular (ponsel) ataupun notebook, yang didapatnya dari hasil melakukan carding.
Aksi promosi para penjual tersebut tidak pernah dilakukan di chatroom umum. Para penjual, termasuk para penipu, melakukan aksinya di chatroom khusus para carder. Ada banyak sekali chatroom carder, dengan puluhan hingga ratusan pengunjung perharinya.
Di dalam chatroom tersebut, akan sangat mudah kita dapatkan beratus nomor kartu kredit bajakan, lengkap dengan data pemilik serta fasilitas pengecekan 3 (tiga) digit rahasia CVV2  yang hanya terdapat di bagian belakang kartu kredit dan tidak timbul (embossed).
Jika penipuan telah terjadi, posisi korban sangatlah sulit. Korban tidak dapat atau enggan melaporkan kasus penipuan tersebut kepada aparat penegak hukum karena transaksi yang dilakukannya adalah transaksi atas barang yang ilegal, sehingga tidak dapat dilindungi oleh hukum.
Selain itu korban akan kesulitan mengidentifikasi penipunya, karena transaksi yang dilakukannya melalui Internet dan tanpa bukti otentik hitam di atas putih. Faktor lainnya adalah belum banyaknya pihak aparat penegak hukum yang mengetahui seluk-beluk Internet,
termasuk modus operandi penipuan melalui chatroom tersebut.
Meskipun demikian, tim ICT Watch terus melakukan negosiasi melalui chatting dan dilanjutkan dengan menghubungi ponselnya. Kemudian penjual tersebut menyatakan bahwa dirinya sendiri yang akan mengantarkan barang pesanan tersebut ke Jakarta pada keesokan harinya.
Kemudian dia meminta untuk ditransfer sejumlah dana ke rekeningny di Bank BCA sebagai uang muka. Maka tim ICT Watch melakukan transfer sejumlah dana melalui fasilitas KlikBCA ke rekeningnya di Bank BCA dengan 3 digit awal nomor rekening tersebut adalah “456”, dengan inisial pemilik rekening tersebut adalah “BMEH”.
Akhirnya perkiraan tim ICT Watch terbukti, lantaran setelah dana tersebut ditransfer, barang pesanan tak kunjung diantarkan walaupun telah ditunggu hingga beberapa hari kemudian. Ponsel milik penjual tersebut pun menjadi tidak dapat dihubungi sama sekali

TUGAS 2
(Teori dan Penelitian dari sebuah kasus Perbankan)
Dapat disimpulkan dari beberapa kasus perbankan yang sering terjadi di Indonesia mengenai Manajemen Proyek dan Resiko pada sebuah Bank maka Bank wajib menerapkan sistem manajemen risiko secara efektif dalam penggunaan Teknologi Informasi (TI). Penerapan manajemen risiko paling kurang mencakup:
a. pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi;
b. kecukupan kebijakan dan prosedur penggunaan TI;
c. kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko penggunaan TI, dan
d. sistem pengendalian intern atas penggunaan TI.
Bank wajib memiliki Komite Pengarah Teknologi Informasi (Information Technology Steering Committe). Komite dimaksud bertanggung jawab memberikan rekomendasi kepada Direksi yang paling kurang terkait:
a. Rencana Strategis TI yang searah dengan rencana strategis kegiatan usaha bank;
b. Kesesuaian proyek-proyek TI yang disetujui dengan Rencana Strategis TI;
c. Kesesuaian antara pelaksanaan proyek-proyek TI dengan rencana proyek yang disepakati;
d. Kesesuian TI dengan kebutuhan sistem informasi manajemen dan kebutuhan kegiatan usaha bank,
e. Efektivitas langkah-langkah meminimalkan risiko atas investasi bank pada sektor TI agar investasi tersebut memberikan kontribusi terhadap tercapainya tujuan bisnis bank;
f. Pemantauan atas kinerja TI dan upaya peningkatannya;
g. Upaya penyelesaian berbagai masalah terkait TI, yang tidak dapat diselesaikan oleh satuan kerja pengguna dan penyelenggaraan secara efektif, efisien dan tepat waktu.
Sumber : Bankir News.com & Liputan 6.com

Tugas 3
(Metodologi/Analisis)
Pemahaman Cyber Crime dalam dunia perbankan/internet Sebagai Kejahatan.
Terdapat beragam pemahaman mengenai cybercrime. Namun bila dilihat dari asal katanya,cybercrime terdiri dari dua kata, yakni “cyber” dan “crime”. Kata “cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”, yang berasal dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer Cyberspace oleh Gibson
Menurut Kepolisian Ingris, Cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.
Dalam dua dokumen Kongres PBB yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief, mengenai The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders di Havana Cuba pada tahun 1990 dan di Wina Austria pada tahun 2000, menjelaskan adanya dua istilah yang terkait dengan pengertian Cyber crime, yaitucyber crime dan computer related crime[18]. Dalam back ground paper untuk lokakarya Kongres PBB X/2000 di Wina Austria, istilah cyber crime dibagi dalam dua kategori. Pertama, cyber crimedalam arti sempit (in a narrow sense) disebut computer crime. Kedua, cyber crime dalam arti luas (in a broader sense) disebut computer related crime. 
Dari beberapa defenisi yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa cyberspace merupakan sebuah ruang yang tidak dapat terlihat. Ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi yang dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik tidak lagi menjadi halangan. Sedangkan “crime” berarti “kejahatan”. Seperti halnya internet dan cyberspace, terdapat berbagai pendapat mengenai kejahatan. Menurut B. Simandjuntak kejahatan merupakan “suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.” Sedangkan Van Bammelen merumuskan:
Kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur penting dari kejahatan adalah:
1.         Perbuatan yang anti sosial
2.         Merugikan dan menimbulkan ketidaktenangan masyarakat
3.         Bertentangan dengan moral masyarakat.
Bila dicari padanan katanya di dalam Bahasa Indonesia, “cybercrime” dapat diartikan sebagai“kejahatan siber”. Hal ini sesuai dengan istilah yang digunakan oleh Ahmad M. Ramli untuk mengartikan “cyber law”, yang padanan katanya “hukum siber”. Namun ada juga pakar yang mengidentikkan istilah cyber dengan dunia maya. Sehingga mereka menggunakan istilah ‘kejahatan mayantara’ atau ‘kejahatan dunia maya.’ Namun menurut Ahmad M. Ramli, penggunaan istilah dunia maya akan menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Karena para penegak hukum akan kesulitan untuk membuktikan suatu persoalan yang maya. Oleh karena itu istilah yang dipandang tepat ialah kejahatan siber.
Hingga saat ini terdapat beragam pengertian mengenai kejahatan siber. Namun bila dilihat dari pengertian cyberspace dan crime, terdapat beberapa pendapat pakar yang dapat menggambarkan dengan jelas seperti apa kejahatan siber itu, yakni:
Menurut Ari Juliano Gema, kejahatan siber adalah kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet. Sedangkan menurut Indra Safitri mengemukakan bahwa kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet[19].
Selain pendapat kedua pakar tersebut, masih banyak pakar yang memberikan pengertian mengenai kejahatan siber. Namun sebagian besar belum menetapkan batas-batas yang jelas antara kejahatan siber dan kejahatan komputer.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik kejahatan siber adalah:
1. Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak negatif dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas.
2. Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi. Salah satu rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
3. Perbuatan tersebut merugikan dan menmbulkan ketidaktenangan di masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat
4. Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara. Sehingga melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hukum.

Tugas 4
IT, Perbankan Dan Permasalahannya.
Bab 1
I.   Pendahuluan.
Tiga hal akan mencirikan perbankan di masa depan, moneles, brancheles, dan bankerles. Semakin sedikit uang kontan karena transaksi akan dilakukan secara elektronis,
bisa langsung melakukan transaksio virtual dan kemajuan teknologi memungkinkan pekerjaan pada banker akan digantikan dengan mesin. Masyarakat masa depan adalah casshles society.
Tulisan berikut memberikan gambaran betapa dalam TI (Teknologi Informasi) telah masuk sendi-sendi bisnis perbankan.
Manajemen era millennium ketiga ini perkembangan Teknologi Informasi (TI) telah berkembang pesat. Begitu cepatnya sehingga
dapat dikatakan telah menjadi “revolusi teknologi informasi” yang mampu mengubah wajah dunia.

Dewasa ini terdapat dua jenis teknologi yang terasa mewarnai kehidupan bisnis, yaitu TI dan perancangan kembali rekayasa ulang (business process reengineerin, BBP).
Termonologi dalam TI menyangkut penggabungan teknologi computer, telekomunikasi dan otomasi kantor. Asumsinya bank-bank yang belum mampu menyatukan ketiga teknologi tersebut
dalam manajemennya tidak mampu mengeksploitasi secara optimal kemampuan yang muncul. Karena perkembangan strategi ketiganya atau istilahnya berada pada Island of technology (pulau-pulau teknologi)
cepat atau lambat akan kalah bersaing dengan industri sejenis atau substitusinya.

II. Permasalahan/Contoh Kasus
Belakangan ini, terutama dengan semakin meningkatnya berbagai transaksi perbankan yang didukung Teknologi Informasi (TI), baik berupa ATM, Internet banking, SMS banking, Online banking dan sejenisnya,
maka semakin meningkat pula tingkat kebutuhan nasabah untuk mendapatkan tingkat keamanan yang lebih baik. Peningkatan kebutuhan itu, pada saat yang sama, semakin menuntut kalangan perbankan untuk
meningkatkan sistem keamanan transaksi mereka. Masalah risiko atau tingkat keamanan di bank tidak hanya yang terkait langsung dengan pelayanan yang dimiliki bank, yang langsung digunakan untuk melakukan transaksi oleh nasabah,
seperti penggunaan ATM. Melainkan sesungguhnya risiko yang lebih besar justru dapat muncul dari berbagai kemungkinan lainnya, yang tidak jarang tidak terkait secara langsung dengan Teknologi Informasi (TI), melainkan dengan manajemen.
Perkembangan teknologi informasi telah mempengaruhi kebijakan dan strategi dunia usaha perbankan yang selanjutnya lebih mendorong inovasi dan persaingan di bidang layanan terutama jasa layanan pembayaran melalui bank.
Inovasi jasa layanan perbankan yang berbasis teknologi tersebut terus berkembang mengikuti pola kebutuhan nasabah bank. Transaksi perbankan berbasis elektronis, termasuk internet merupakan salah satu bentuk pengembangan penydiaan jasa layanan
bank yang memberikan peluang usaha baru bagi bank yang berakibat kepada perubahan strategi usaha perbankan, dari berbasis manusia (tradisional) menjadi berbasis teknologi informasi yang lebih efisien bagi bank dan praktis bagi nasabah.
Namun demikian, disamping bank memperoleh manfaat signifikan dari inovasi teknologi melalui transaksi perbankan berbasis internet, bank juga menghadapi risiko yang melekat pada kegiatan tersebut. Oleh karena itu, disamping memanfaatkan peluang baru,
bank harus mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko-risiko yang dapat terjadi dengan prinsip kehati-hatian. Pada dasarnya prinsip-prinsip yang diterapkan dalam manajemen risiko bank secara umum berlaku pula untuk aktivitas internet banking,
namun prinsip-prinsip tersebut perlu disesuaikan dengan memperhatikan risiko-risiko spesifik yang melekat pada aktivitas tersebut.
Salah satu risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan internet banking adalah internet fraud atau penipuan melalui internet, yang sampai sekarang masih sering terjadi. Dalam internet fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban,
yang dapat terjadi karena maksud jahat seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan kelengahan pihak bank maupun pihak nasabah.

Bab 2
III. Pembahasan.
A. Perkembangan TI dalam Perbankan.
Dewasa ini perkembangan industri keuangan baik lembaga perbankan maupun non perbankan berjalan sangat pesat. Pada saat yang bersamaan dereluhasi dibidang moneter kompetisi bisnis,
preferensi jasa keuangan yang semakin canggih, perkembangan TI dan telekomunikasi semakin memacu perkembangan industri perbankan. Kemajuan TI telah memungkinkan pula lembaga-lembaga
yang dulunya bergerak disektor industri non keuangan mengalihkan atau mendefinisikan bisnisnya ke sector keuangan. Implikasinya persaingan makin ketat. Beberapa aktifis perbankan yang dirambah
antara lain middle and wholesal, retail, bank to bankmarchandizing credit authorization, insurance, international banking, investment service dan pelayanan informasi strategi lainnya.
Membangun perangkat TI di industri perbankan yang mampu memenuhi kebutuhan internal dan eksternal tidaklah gampang, ada 5 elemen penting dalam pengembangan TI yaitu :
1. Ketersediaan dana yang cukup
2. Strategi yang tepat
3. Proses
4. Perangkat TI
5. Sumber Daya Manusia (SDM).
Bab 3
IV.Metodologi
Pemahaman Cyber Crime dalam dunia perbankan/internet Sebagai Kejahatan.
Terdapat beragam pemahaman mengenai cybercrime. Namun bila dilihat dari asal katanya,cybercrime terdiri dari dua kata, yakni “cyber” dan “crime”. Kata “cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”, yang berasal dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer Cyberspace oleh Gibson
Menurut Kepolisian Ingris, Cyber crime adalah segala macam penggunaan jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan kemudahan teknologi digital.
Dalam dua dokumen Kongres PBB yang dikutip oleh Barda Nawawi Arief, mengenai The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders di Havana Cuba pada tahun 1990 dan di Wina Austria pada tahun 2000, menjelaskan adanya dua istilah yang terkait dengan pengertian Cyber crime, yaitucyber crime dan computer related crime[18]. Dalam back ground paper untuk lokakarya Kongres PBB X/2000 di Wina Austria, istilah cyber crime dibagi dalam dua kategori. Pertama, cyber crimedalam arti sempit (in a narrow sense) disebut computer crime. Kedua, cyber crime dalam arti luas (in a broader sense) disebut computer related crime. 
Dari beberapa defenisi yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa cyberspace merupakan sebuah ruang yang tidak dapat terlihat. Ruang ini tercipta ketika terjadi hubungan komunikasi yang dilakukan untuk menyebarkan suatu informasi, dimana jarak secara fisik tidak lagi menjadi halangan. Sedangkan “crime” berarti “kejahatan”. Seperti halnya internet dan cyberspace, terdapat berbagai pendapat mengenai kejahatan. Menurut B. Simandjuntak kejahatan merupakan “suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat.” Sedangkan Van Bammelen merumuskan:
Kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur penting dari kejahatan adalah:
1.         Perbuatan yang anti sosial
2.         Merugikan dan menimbulkan ketidaktenangan masyarakat
3.         Bertentangan dengan moral masyarakat.
Bila dicari padanan katanya di dalam Bahasa Indonesia, “cybercrime” dapat diartikan sebagai“kejahatan siber”. Hal ini sesuai dengan istilah yang digunakan oleh Ahmad M. Ramli untuk mengartikan “cyber law”, yang padanan katanya “hukum siber”. Namun ada juga pakar yang mengidentikkan istilah cyber dengan dunia maya. Sehingga mereka menggunakan istilah ‘kejahatan mayantara’ atau ‘kejahatan dunia maya.’ Namun menurut Ahmad M. Ramli, penggunaan istilah dunia maya akan menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Karena para penegak hukum akan kesulitan untuk membuktikan suatu persoalan yang maya. Oleh karena itu istilah yang dipandang tepat ialah kejahatan siber.
Hingga saat ini terdapat beragam pengertian mengenai kejahatan siber. Namun bila dilihat dari pengertian cyberspace dan crime, terdapat beberapa pendapat pakar yang dapat menggambarkan dengan jelas seperti apa kejahatan siber itu, yakni:
Menurut Ari Juliano Gema, kejahatan siber adalah kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet. Sedangkan menurut Indra Safitri mengemukakan bahwa kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet[19].
Selain pendapat kedua pakar tersebut, masih banyak pakar yang memberikan pengertian mengenai kejahatan siber. Namun sebagian besar belum menetapkan batas-batas yang jelas antara kejahatan siber dan kejahatan komputer.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik kejahatan siber adalah:
1. Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak negatif dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas.
2. Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi. Salah satu rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
3. Perbuatan tersebut merugikan dan menmbulkan ketidaktenangan di masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat
4. Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara. Sehingga melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hukum.



Bab IV.
V.Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
a. Terdapat beragam pemahaman mengenai cybercrime. Namun bila dilihat dari asal katanya, cybercrime terdiri dari dua kata, yakni “cyber” dan “crime”. Kata “cyber” merupakan singkatan dari “cyberspace”, yang berasal dari kata “cybernetics” dan “space” Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer.
b. Karakteristik kejahatan siber adalah:
Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak negatif dari pemanfaatan teknologi informasi tanpa batas khususnya di dunia perbankan.
Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi. Salah satu rekayasa teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
Perbuatan tersebut merugikan dan menmbulkan ketidaktenangan di masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat
Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara. Sehingga melibatkan lebih dari satu yurisdiksi hokum di dunia perbankan.

DAFTAR PUSTAKA
        Koentjaraningrat. 1980. IT PERBANKAN Jakarta: PT. Gramedia.
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Cyber crime, Cet. 9. Jakarta:Pancoran
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai kasus perbankan dalam bidang IT Cet. 9.Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
         Sumber: rakaraki.blogspot.com
Nama: Rudiansyah Hadi Putra
Kelas: 2KB01
NPM:26111483
Dosen: Sigit Sukmono, SE